Tradisi Dandangan di Kota Kudus

Setiap menjelang bulan Puasa, kota kudus memiliki tradisi yang oleh warga setempat dinamai “Dandangan”.  Lokasi dandangan berpusat di jalan Menara Kudus membentang ke jalan-jalan di sekitarnya ke selatan hingga alun-alun Simpang Tujuh dan ke Utara hingga Pasar Jember (jalan Kudus-Jepara). Menjelang Ramadhan 1430 H/2009 M ini saya sempat menunjungi lokasi Dandangan tersebut.

Menurut cerita seorang teman kelahiran Kudus, tradisi dandangan ini awalnya dilakukan untuk mendengar suara bedug di Masjid Menara Kudus yang konon kabarnya dapat berbunyi sendiri (tanpa dipukul) saat menjelang Ramadhan. Barangkali dari suara bedug “dang! dang!” (bukan “dug dug” ya?) asal-muasal nama Dandangan. Saya rasa penamaan ‘Dandangan’ ini mirip dengan ‘Dugderan” di Semarang, yang juga berasal dari suara bedug: “dug dug dug, dher!”.

dandangan_kudus_1dandangan_kudus_2

Sejauh pengamatan saya, aktivitas Dandangan mirip dengan pasar malam yang biasa terdapat di daerah-daerah lain di Indonesia. Hanya saja, kegiatan ini berlangsung selama beberapa minggu dengan jumlah penjaja daganganya sangat banyak dan beragam barang atau jasa yang ditawarkan. Barang-barang atau produk yang ditawarkan sangat beragam: pakaian, sepatu dan sandal, perhiasan, furnitur, hasil kerajinan, mainan anak-anak,  dan berbagai jenis makanan. Saya juga menjumpai beberapa penjual kerak telus khas Betawi.

dandangan_kudus_3 dandangan_kudus_4

Meski dibuka hampir sepanjang hari, dari pagi hingga malam hari, pengunjung acara ini paling banyak pada malam hari, selepas Maghrib hingga menjelang tengah malam. Pada saat jumlah pengunjung memuncak inilah kemacetan jalan-jalan di sekitar lokasi tak terelakkan. Jalan tempat lokasi utama Dandangan itu sendiri telah ditutup oleh pihak penyelenggara, Dipenda Kudus. Hanya sepeda motor yang dapat lewat dengan berjalan lambat di sela-sela lapak-lapak para pedagang dan lalu-lalang pengunjung yang berjalan kaki.

Pengunjung Dandangan meliputi segala usia, mulai anak-anak hingga lanjut usia, pria dan wanita. Hanya saja usia remaja tampak mendominasi. Kemungkinan besar, pengunjung ini tidak hanya berasal dari Kudus, tetapi juga dari daerah-daerah sekitarnya seperti Demak, Jepara, Pati, dan Grobogan.

Published by Carwoto

Carwoto berkecimpung di bidang pendidikan dan pendampingan implementasi teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia. Berpengalaman menjadi konsultan bidang pendidikan di Education Development Center (EDC, Inc.) sebagai ICT Coordinator projek DBE 2 di Provinsi Jawa Tengah. Dalam pekerjaan ini, kegiatannya melatih dan mendampingi sejumlah guru dan dosen dalam pengembangan pembelajaran berbasis TIK, pembelajaran di kelas dengan satu komputer, pengembangan professional guru dan perkuliahan jarak jauh (PJJ) dengan metode Blended Learning. Berpengalaman juga mendampingi implementasi sistem informasi dan komunikasi rujukan kegawat-daruratan meternal-neonatal ketika bekerja di Research Triangle Institute (RTI International) sebagai Senior Provincial Communication and Knowledge Management Oficer pada Projek EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival) di Jawa Tengah. Terkait bidang profesinya sebagai fasilitator atau pelatih, penulis adalah Master Trainer (MT) Intel Teach GS Course, Fasilitator Online Course Design (OCD) Course di EdTech Leader’s Online (ETLO), Instruktur di Cisco Networking Academy, serta Asisten Asesor di LSP Telematika. Alumni Teknik Elektro Fakultas Teknik UNDIP ini berpengalaman mengajar sebagai dosen di program studi Teknik Elektronika di Universitas Wahid Hasyim Semarang dan program Studi Teknik Informatika Sekolah Tinggi Manajemen dan Informatika (STMIK) ProVisi di Semarang. Saat ini Carwoto menjabat sebagai Direktur PT. Sijarimas Teknologi Inovasi, perusahaan berkedudukan di Jakarta yang bergerak dalam bidang pengembangan dan pendampingan implementasi teknologi informasi dan komunikasi di bidang kesehatan dan pendidikan.

Leave a comment